NAMA : RISTI JULIANA
STAMBUK : A1D1 05 043
PROGRAM STUDI : PEND. BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JUDUL PENELITIAN : NILAI-NILAI KEBANGSAAN TOKOH DALAM NOVEL AROK DEDES KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
DOSEN PEMBIMBING : I. Dr. H. Hilaluddin Hanafi, M.Pd
2. Sumiman Udu, S.Pd. M.Hum
TAHUN SKRIPSI : 2010
NURWIJAYA
NIM: A1D1 11 122
Abstrak
Penelitian ini berjudul “Nilai-nilai kebangsaan Tokoh dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer”. Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah nilai-nilai kebengsaan tokoh dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer”?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai-nilai kebangsaan tokoh dalam novel Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu (1) Sebagai bahan pembelajaran dalam peningkatan pengajaran sastra pada umumnya dan novel pada khususnya untuk mengetahui nilai-nilai kebangsaan dalam novel Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer, (2) Sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu apresiasi terhadap karya sastra, khususnya novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer,(3) Sebagai salah satu contoh untuk memberikan motifasi pada siswa dalam menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan.Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan,dengan metode deskriptif kualitatif dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan semiotik. Pendekatan semiotic yang dimaksud ialah yang dikemukakan oleh pierce tentang ikon,indeks dan symbol. Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah teks novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan oleh Lentera Dipantara cetakan ke 7 tahun 2009 tebal 557 halaman.
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kebangsaan tokoh yaitu nilai kereligiusan,nilai keberadaban,nilai pengorbanan,nilai nasionalisme,dan nilai kejujuran. Analisis semiotik berupa ikon,indeks,dan symbol. Termasuk ikon ialah nama-nama tokoh yakni Arok,Dedes. Selain itu,dewa-dewi seperti Wisnu dan Syiwa. Indeks dapat berupa tingkatan dalam agama Hindu dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah kasta-kasta seperti Sudra,Satria,dan Brahmana selain itu ungkapan Jagad Pramudiya seperti Sudra,Satria,dan Brahmana selain itu ungkapan Jagad Pramudiya seperti yamg diungkapkan beberapa tokoh dalam penceritaan. Adapun yang termasuk symbol yakni ilmu, Dedes Permata dan garuda.
Novel ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran disekolah. Sebagai bahan acuan bagi siswa untuk mengenal lebih jauh pembelajaran kesastraan dengan menerapkan pendekatan semiotic system tanda yakni ikon,indeks,dan symbol.
Kata kunci: Nilai-nilai kebangsaan tokoh, aspek semiotik, novel Arok Dedes.
1. Pendahuluan
1.1 latar belakang
Salah satu unsur budaya yang bersifat universal dan sangat besar artinya bagi kehidupan adalah sastra. Karya sastra biasanya membicarakan manusia dengan bermacam-macam aspeknya, sehingga karya sastra menjadi sangat penting untuk mengenal manusia dan zamannya. Pada dasarnya karya sastra atau karya seni adalah pencerminan, pembayangan atau peniruan realitas dan bahkan karya seni dapat di pandang sebagai dokumen social serta karya-karya sastra itu banyak mengandung unsure social yang sangat berharga bagi kehidupan manusia sebagai pelaku sosial. Hal ini sejalan dengan pandangan Teeuw (1984:24) yang mengatakan bahwa,” karya sastra di samping dapat dilihat sebagai dokumen sejarah,juga dapat dipandang sebagai tulisan yang member makna pada hal-hal yang hakiki bagi anggota masyarakat yang bersangkutan”.
Pandangan bahwa karya sastra merupakan “tulisan yang member makna pada hal-hal yang hakiki”seperti dikemukakan di atas dapat dibuktikan antara lain pada berbagai cerita yang berhubungan dengan budaya dan sejarah atau cerita-cerita rakyat yang sebagian tergolong klasik itu kemudian menjadi inspirasi bagi pengarang-pengarang sastra Indonesia modern seperti novel “Arok Dedes” yang bersumber dari sejarah yang pernah terjadi di pulau jawa.
Sastra merupakan pengalaman batin penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam suatu kurun waktu dari situasi budaya tertentu. Di dalam karya sastra di tuliskan keadaan dan kehidupan social suatu masyarakat yag di amanahkan pencipta.
Salah seorang penulis novel yang banyak mengangkat masalah sejarah dan politik adalah Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan kelahiran Blora, 6 februari 1925 selain sebagai pengarang, bermacam profesi telah di jalaninya Pramoedya seperti juru ketik Kantor Berita Dome (1942-1944), wartawan majalah Sadar (1947) dab kenber “Lentera” surat kabar Bintang Timur (1962-1965), dan dosen di Fakultas Sastra Universitas Res Publica (1936-1965) serta di Akademi Jurnlistik Dr.Rivai (1964-1965). Novel-novel karya Pram amat sarat dengan tema humanism. Nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran, dan keadilan menjadi dasar tulisannya dalam keberpihakkannya padea rakyat.
Dalam novel “Arok Dedes” karya Pramoedya Ananta Toer bercerita tentang politik yang menggetarkan. Ini novel politik yang seutuh-utuhnya. Berkisah tentang kudeta pertama di Nusantara. Kudeta ala Jawa. Kudeta merangkak yang menggunakan banyak tangan untuk kemudian memukul habis dan mangambil bagian kekuasaan sepenuh-penuhnya. Kudeta licik tapi cerdik. Berdarah, tapi para pembunuh yang sejati bertepuk dada mendapati penghormatan yang tinggi. Melibatkan gerakan militer (Gerakan Gandring), memperhadapkan antarkawan,mengorganisasi kelompok paramiliter (begundal-begundal dan jajaro).dan memanasi perkubuan. Aktor-aktornya bekerja seperti hantu. Kalaupun gerakannya diketahui,namun tiada bukti yang paling sahih bagi penguasa (Tunggul Ametung dan patih-patihnya) untuk menyingkirkannya.
Arok adalah simpul dari gabungan antara mesin para militer licik dan politisi sipil yang cerdik-rakus (dari kalangan sudra/agrari yang merangkakkan nasib menjadi penguasa tunggal tanah jawa). Mula-mula, di dekatinya para intelektual dan kaum moralis (Brahmana) untuk mendapatkan legitimasi bahwa usaha kudetanya legal. Karena betapa pun kekuasaan politik, selalu butuh legitimasi-baik legitimasi agama (sesembahan dewa-dewi) maupun legitimasi sejarah dan identitas (kekastaan,asal-usul).
Dalam realita kehidupan sekarang kita bias melihat bagaimana nilai-nilai kebangsaan yang mulai pudar bahkan hampir “punah”. Tidak ada lagi nilai kebangsaan, sikap patriotism yang tertanam dalam jiwa-jiwa generasi meda saat ini. Lihat saja tawuran antar pelajar,konflik-konflik berdarah yang menimpa mahasiswa dalam lingkungan kampus di berbagai Universitas yang ada di Indonesia, ini merupakan contoh konkrit bahwa nilai-nilai kebangsaan kita saat ini sudah punah.
Di lingkungan pendidikan saja kita bias melihat bagaimana nilai-nilai kebangsaan yang belum terealisasi entah karena kurangnya pendidikan masalah nilai-nilai kebangsaan itu sendiri atau sudah tidak adanya lagi kesadaran untuk mempelajari,mananamkan,melestarikan dan merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap disintegrasi yang terlalu lebih dipentingkan mengakibatkan rasa cinta diri sendiri lebih utama dibandingkan dengan kesejahteraan bersama, mencari keuntungan pribadi untuk kepuasaan pribadi pun menjadi budaya yang dilestarikan. Bagaimana mau ada pemimpin yang professional, disiplin dan taat hokum kalau dari staf atas hingga bawah melakukan tindak diskriminatif. Lihat saja kasus ”pungli” yang tedapat dibeberapa sekolah menyeret kepala sekolah sebagai biang pelakunya. Kasus di lingkungan akademis misalnya, adanya permainan politik yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen, cerdik tapi licik, melibatkan banyak oknum namun tiada bukti kongkrit untuk mengungkapkannya. Hak-hak mahasiswa yang terenggut karena kebiasaan buruk dosennya, belum lagi banyak mahasiswa yang harus menerima akibat dari tindakan banyak oknum yang datang dan pergi mengganggu ketenangan belajar mahasiswa, lalu penanganannya yang lamban, sikap cuek tidak peduli dengan apa yang terjadi, tentu ini menjadi masalah-masalah yang harus dibasmi dari dunia kampus. Mari kita tanamkan nilai dan sikap kebangsaan sedini-dini mungkin agar ada lagi korupsi dimana-mana, sikap politik yang tidak sehat, disintegritasi dan diskriminasi.
2. Kajian Teori
a. Pengertian novel
Banyak pengertian novel yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai novel. Tarigan (2000:74) mengemukakan bahwa novel berasal dari bahasa latin novelus yang di turunkan dengan karya sastra lainnya seperti puisi,drama dan yang lainnya,maka jenis novel muncul kemudian.
Sementara itu Sumarjo (1994:29) mengemukakan bahwa dalam arti luas novel adalah cerita yang berbentuk prosa lama ukuran luas. Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dan plot (alur) yang kompleks. Karakter yang banyak,tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam dan latar cerita yang banyak pula. Namun ukuran luas juga disini tidak mutlak demikian, mungkin juga luas hanya salah satu unsur fiksinya saja,misalnya suasana ceritanya yang beragam sedangkan latar,karakter dan yang lainnya hanya satu.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Badrun (1993:35) bahwa roman atau novel adalah suatu cerita plot yang cukup panjang mengenai suatu hal yang menggarap kehidupan tokoh yang bersifat imajinatif. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan maka dapatlah disimpulkan bahwa novel yang berukuran panjang dan luas yang berisi tentang anak manusia dan alam sekitarnya.
b. Konsep nilai
Banyak teori yang dikemukakan oleh pakar tentang batasan nilai. Arifin (1991:80) mengemukakan bahwa nilai adalah sesuatu yang penting atau hal-hal yang berguna bagi setiap manusia atau kemanusiaan yang menjadi sumber ukuran dalam sebuah karya sastra. Nilai-nilai kebangsaan adalah nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah cerita sastra merupakan sikap pengarang terhadap apa yang diungkapkannya dan terhadap cara mengungkapkannya.
Dari pengertian di atas dapat kita gambarkan bahwa sebuah karya sastra semakin bernilai apabila manusia mampu menyikapi apa yang diungkapkannya dalam karyanya itu.
Menurut Drijakrama ( Facrhruddin,1981:36),bahwa nilai adalah hakekat suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas di kejar oleh manusia. Nilai merupakan sesuatu yang sangat penting.
Setiap nilai mempunyai sanksi, memahami nilai dengan segala macam bentuknya menimbulkan penghargaan sebaliknya melanggar nilai dan mengakibatkan hukuman. Baik penghargaan maupun hukuman masng-masing berkisar dari yang besar sampai yang kecil, dari yang berat sampai yang ringan. Bagi mereka yang mempertahankan nilai masyarakatnya dengan segala harga akan merasakan kepuasan, merasa terhormat, merasa bangga sedangkan masyarakat pun dan mungkin juga masyarakat yang lain yang memegang nilai yang bersamaan ikut menghargainya dan memujanya sebagai pahlawan bangsa.
c. Nilai dalam Sastra
Suyitno (1990/1991:3) menjelaskan bahwa sastra dan tata nilai kehidupan adalah fenomena social yang saling melengkapi dalam kedirian mereka sebagai sesuatu yang ekstensial. Sebagai bentuk seni, kelahiran sastra bersumber dari kehidupan yang bertata nilai dan pada gilirannya,sastra akan memberikan sumbangan bagi terbentuknya tata nilai.
Menanggapi kehadiaran sastra dakam kehidupan, Santayana (1985:4) mengemukakan pendapatnya yang diperjelas kembali oleh Suyitno bahwa sastra walaupun secara tidak eksplisit, sebenarnya merupakan penuntun hidup. Hanya saja penuntun hidup tersebut tersublimasi sedemikian rupa sehingga tidak mungkin ia bersifat mendikte tentang apa yang sebaiknya tidak di lakukan. Dan karena ajaran sastra memang bukan ajaran agama maka di dalamnya sudah barang tentu ada ekspresi ritus.
Dari pandangan tersebut tentulah tidak salah jika penulis mengangkat masalah nilai-nilai kebangsaan dalam novel Arok Dedes karena dalam novel tersebut banyak mengangkat masalah nilai-nilai kebangsaan yang terjadi pada tokoh-tokoh cerita. Memberikan penuntun hidup kepada siapa saja sebagai bentuk rasa cinta kepada Nusa dan Bangsa, terlebih lagi sebagai upaya untuk menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan kepada generasi penerus seperti pada anak-anak sekolah. Berawal agar anak menyenangi sastra dan sastra tersebut berguna bagi dirinya.
Untuk menjawab pertanyaan tentang nilai dalam sastra, menurut Soedjijo, sebaiknya dikembalikan kepada fungsi karya sastra. Dengan mengutip Horace bahwa fungsi sastra itu adalah dulce dan utile atau menyenangkan dan berguna. Sifat menyenangkan bagi karya sastra dapat dikatakan baik apabila dapat memenuhi kebutuhan batin penikmat (Aminudin,1990:188)
d. Nilai Kebangsaan
Nilai kebangsaan terdiri dari beberapa bagian seperti nilai kereligiusan, nilai keberadaban, nilai kepahlawanan, nilai nasionalisme, dan nilai kejujuran (Sihotang,2001. Revitalisasi Nilai Kebangsaan. http://els.bappenas.go.id/upload/other/ Revitalisasi % 20 nilai % 20 kebangsaan.htm. diakses 2 September 2009). Berikut akan diuraikan satu persatu.
e. Nilai Kereligiusan
Sastra dan religious mempunyai hubungan yang sangat erat. Banyak di antara karya sastra merupakan sarana penyampaian nilai-nilai religius. Bahkan ada di antara karya sastra yang karena nilai religiusnya sehingga tidak sembarangan orang dapat melihat atau membacanya. Nilai religious dalam sastra pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri seperti dikatakan oleh Wijaya (1998:11) pada awalnya segala sastra itu adalah religious. Hal ini berarti bahwa semula sastra itu lahir untuk acara kebaktian manusia kepada Tuhan, kehadirannya tidak jarang bersamaan dengan upacara keagamaan tertentu.
Adanya nilai religius dalam sastra merupakan akibat logis dari kenyataan bahwa sastra lahir dari pengarang,yang merupakan pelaku atau pengamat kehidupan manusia. Oleh sebab itu apa yang terdapat dalam sastra berkisar pada masalah kehidupan manusia, dan tidak terlepas dari masalah kereligiusan.
Pemahaman ini menggambarkan alur cerita pada novel Arok Dedes yang memandang kereligiusan sebagai suatu permainan yang bias ditukar-tukar denga segala macam bentuk diskriminasi dan memaksa, hanya karena mempunyai kekuasaan tertinggi di kerajaan. Pertikaian terjadi, saling menjatuhkan dan pembalasan demdam merupakan puncak panas yang terjadi pada alur cerita novel tersebut. Penggambaran tokoh bawahan ( antek-entek Tunggal Ametung) yang taat pada atasannya bukan pada Tuhan yang mereka sembah menunjukkan bahwa kekuasaan dapat membuat orang lain melakukan apa yang menjadi keinginan kita. Maka tidak heran banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan posisi tertinggi demi kepuasaan pribadi tanpa melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
f. Nilai Keberadaban
Salah satu ciri orang beradab adalah orang tersebut mampu mempertimbangkan akibat-akibat dari ucapan dan tindakannya terhadap orang lain. Dengan kata lain, perilakunya selau menyenangkan dan menghibur orang lain. Jadi ia selalu bersifat positif dan fair terhadap orang lain. Namun di kalangan elit politik dewasa ini nampaknya pertimbangan ini menghilang dari praksis. Padahal nilai-nilai ini juga merupakan bagian dari makna kebangsaan kita sebagaimana tertuang dalam sila kedua pancasila yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab itu. Dan kita menjadikan nilai sila kedua ini sebagai landasan perpolitikan kita seharusnya mencerminkan keberdaban,bersikap fair dan positif terhadap siapa saja termasuk lawan politik,dan bukan justru saling menjatuhkan. Namun yang kita berlakukan dalam politik sebenarnya adalah tindakan ketidakberdaban.
Banyak peristiwa yang terjadi karena tidak ada lagi orang yang mau mengahargai orang lain demi kesenangannya sendiri, selalu berpikir negative terhadap orang lain. Semua dilakukan untuk memperoleh keuntungan individu, mencari popularitas, maupun mencari jabatan tertinggi. Melestarikan budaya ketidakberadaban pada diri seolah-olah merupakan tindakan yang wajar-wajar saja untuk di lakukan. Lihat saja begitu banyaknya peristiwa yang terjadi saat ini karena kurangnya nilai dan sikap keberadaban yang ditanamkan pada diri kita masing-masing.
Sikap tokoh Arok misalnya dalam novel Arok Dedes sama sekali tidak menunjukkan nilai keberdaban walaupun segala tindakannya itu untuk membela orang-orang tertindis namun banyak korban tak berdosa yang harus berjatuhan. Arok Berjaya di atas tiang ksatriannya menjatuhkan Tunggal Ametung dengan perantara Dedes dan memakai orang lain untuk menutupi segala kebiadabannya membunuh raja Tumapel. Perbuatan tersebut tidak sesuai dengan nilai keberadaban ini di mana nilai dan sikap keberadaban mengajarkan untuk berbuat positif, menyenangkan orang lain bukan menjatuhkan orang lain demi kepuasan pribadi.
g. Nilai Pengorbanan
Nilai pengorbanan yaitu sesuatu yang di harapkan harus dicapai dengan usaha keras dan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Dalam konteks proses kemerdekaan Indonesia, pengorbanan menjadi sprit pemersatu bangsa, yaitu peran serta dari seluruh lapisan rakyat Indonesia yang bergerak secara serentak merebut kemerdekaan Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Pengorbanan merupakan sesuatu yang tidak bias untuk dipaksakan dalam menjalaninya. Aspek pengorbanan dalam novel, cerpen, maupun puisi mempunyai bentuk atau cara masing-masing sesuai dengan setting dalam cerita, misalnya pengorbanan cinta terletak dalam setting remaja atau rumah tangga yang di penuhi dengan percintaan, pengorbanan para pahlawan bersetting dalam peperangan,pengorbanan hak dalam setting emansipasi. Seperti pada novel Arok Dedes yang tak lepas dari nilai petriotismenya,Dedes mengorbankan dirinya menjadi istri raja Tumape lalu mengadakan perlawanan melawan raja Tumapel untuk menghancurkannya.
h. Nilai Nasionalisme
Nasionalisme hidup dari bayangan tentang komunitas yang senantiasa hadir dipikiran setiap anggota bangsa yang menjadi referensi identitas social. Melalui imajinasinya Pramoedya mencipta Arok Dedes yang temanya tidak luput dari paham nasionalisme. Menggambarkan penindasan, kemiskinan, kekuasaan, pemberontakan, kekejaman yang semuanya itu merupakan ancaman nasionalisme bagi suatu pemerintahan dan haru diperhatikan secara serius. Nilai dan sikap kebangsaan menjadi hal serius untuk menumbuhkan kembali rasa cinta bagi generasi-generasi penerus bangsa, salah satunya dengan cara menanamkan nilai-nilai nasionalisme.
i. Nilai Kejujuran
Jujur jika diartikan secara baku adalah “ mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran.” Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya di nilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika sesorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal yang tidak sesuai yang sebenarnya,orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.
2.1 Teori Semiotika
Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya ( Zoest dalam Bani, 2002:26). Sebagai tanda, karya sastra merupakan dunia dalam kata yang dapat dipandang sebagai sarana komunikasi antara pembaca dan pengarangnya. Karya sastra bukan merupakan sarana komunikasi biasa. Oleh karena itu karya sastra dapat dipandang sebagai gejala semiotic, Teeuw ( 1984:43).
3. Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kulitatif. Dikatakan deskriptif karena dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan data yang akan dianalisis berupa nilai-nilai kebangsaan tokoh dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Dikatakan kualitatif karena dalam menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan satu sama lain dengan menggunakan kata-kata atau kalimat dan bukan menggunakan angka-angka statisik.
Teknik yang digunakan dalam proses pengumpulan data dalam penelitaian ini adalah teknik baca catat, data diperoleh dari hasil membaca dan mencatat informasi (berupa data-data) yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan semiotic,suatu pendekatan dengan beberapa tahap yakni melalui ikon,indeks,dan symbol. Gagasan, tanggapan, maupun sikap itu terwujud dalam suatu pandangan etis,filosofi,maupun agamis, sehingga mengandung nilai-nilai yang memperkaya kehidupan manusia.
4. Hasil Penelitian
Nilai kebangsaan dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer
4.1 Sinopsis Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer
Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer menceritakan tentang sosok Tunggul Ametung sebagai seorang penguasa/raja yang berbuat semena-mena. Sikapnya yang semena-mena itu membuatnya dibenci oleh rakyatnya sendiri sehingga tidak jarang banyak terjadi pemberontakan dimana-mana. Kerusuhan itu terjadi karena banyak tindakan dan kebijakan Tunggul Ametung yang tidak berpihak pada rakyatnya. Selain itu juga, banyak diantara mereka yang mau menggulingkan pemerintah sah yang pimpin oleh Tunggul Ametung.
Dedes sebagai seorang keturunan kaum brahmana diceritakan ia menjadi salah satu korban penculikan yang dilakukan tunggul ametung. Ia pun lalu dijadikan sebagai paramesywari/ratu pendamping tunggul ametung. Penculikan paksa terhadap dirinya membuatnya membenci suaminya sendiri. Karena ia merasa tidak mencintai suaminya itu dan mencoba mencari cara agar suaminya dapat dikalahkan oleh orang-orang yang membencinya. Setelah beberapa lama menunggu akhirnya muncullah sosok arok yang dianggap sebagai orang yang pantas untuk melaksanakan keinginanannya menjatuhkan tunggul ametung.
Arok sebagai seseorang yang dianggap memiliki kesempurnaan, ia dianggap memiliki tiga tingkatan dalam ajaran hindu yakni sudra menjadi satria bahkan menjadi brahmana. Kepandaiannya dan kemampuan brahmana yang dimilikinya membuatnya menjadi orang kepercayaan kaum Brahmana untuk menjatuhkan pemerintahan tunggul ametung. Segala tindakan Arok merupakan ide dan gagasan dari gurunya Dang Hyang Loghawe. Arok dan Dedes pun bersekutu untuk menjatuhkan Tunggul Ametung dan mengambil alih kekuasaan Tunggul Ametung. Rencana mereka pun berjalan mulus dan berhasil melakukannya.
Persekutuan yang dilakukannya bersama Dedes merupakan sebuah strategi yang matang. Persekutuan itu secara langsung menyatakan bahwa merekalah yang melakukan perbuatan tersebut akan tetapi melalui tangan orang lain yakni kebo ijo yang diketahui ingin menjadi raja pengganti Tunggul Ametung. Kebo Ijo pun membunuh tunggul ametung agar dapat menjadi raja di Tumapel. Pembunuhan yang dilakukan Kebo Ijo membuatnya harus menjadi orang yang dipersalahkan dan dihukum atas kematian raja Tumapel. Kematian Tunggul Ametung membuat Arok dan Dedes tinggal menuai hasil terhadap apa yang telah mereka rencanakan. Kekuasaan Tunggul Ametung pun berakhir dan arok diangkat menjadi seorang Akuwu di tanah tumapel menggantikan Tunggul Ametung.
Nilai Kereligiusan
• Analisi semiotik nilai kereligiusan
Dalam analisis semiotic menerapkan tiga tanda yang di gunakan ialah ikon, indeks, dan symbol. Ikon sebagai tanda yang dapat menggambarkan ciri utama sesuatu, yaitu menyerupai apa yang depresentasikannya sehingga yang termsuk ikon dalam teks meliputi tokoh-tokoh yang disebutkan misalnya Arok, Dedes, Loghawe, dan Ametung. Tokoh-tokoh tersebut dklarifikasikan sebagai ikon karena bersifat alamiah dan menunjukan cirri seperti dengan apa yang dimasudkan. Selain nama-nama tokoh, Tumapel juga termasuk dalam ikonyakni sebagai wilayah yang di jadikan lokasi terjadinya peristiwa antara tokoh-tokoh yang bertikai.
Terdapat pula ikon lain yang menggambarkan nilai kereligiusan misalnya dewa Wisnu, Shiwa, dan Hyang Durga yang selalu di puja dan dimuliakan. Ikon-ikon ini merepresentasikan antara gambar (tanda) yang mewakilinya atau dengan kata lain merupakan objek langsung yang di amati oleh tokoh-tokoh cerita. Bentuk perlakuan tersebut misalnya dengan menghadirkan sosok patung Wisnu, Shiwa, dan Hyang Durga yang dijadikan sebagai wujud penyerahan diri tokoh padanya.
Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang diwakilinya, atau di sebut juga sebagai tanda bukti. Indeks dalam nilai kerekigiusan ini terdapat pada kasta-kasta atau golongan dalam agama Hindu. Golongan yang di maksud adalah sudra, satria, dan brahmana. Golongan tersebut sebagai indeks mempresentasikan bentuk perbuatan dan tingkah laku yang di jadikan sebagai dasar penilaian terhadap seseorang. Sudra sebagai golongan yang memberikan pelayanan pada kaum yang satria dan brahmana. Satria sebagai indeks yang tugasnya menjaga kedamaian dan berposisi sebagai golongan cendekiawan dan pamimipin. Brahmana sebagai indeks bertugas sebagai pemberi ajaran tentang nilai-nilai kehidupan dan menanamkan sifat dan kehendak dewa pada setiap orang.
Symbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Di temukan oleh suatu persetujuan bersama , atau di terima oleh umum sebagai suatu kebenaran. Contoh symbol dalam nilai kereligiusan dalam teks ialah ilmu. Ilmu senagai symbol dinterpresentasikan sebagai memiliki makna pengetahuann yang di miliki seseorang. Ilmu disini dapat berwujud ilmu pengetahuan tentang sesuatu yang behubungan dengan kedewaan atau pengetahuan tentang nilai-nilai kemanusiaan. Atau dapat pula di artikan sebagai ilmu yang suci atau ilmu hitam yang menyesatkan.
Nilai Keberdaban
• Analisis Semiotik Nilai Keberadaban
Ikon merupakan hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Ikon yang terdapat pada nilai keberadaban ialah terdapat dalam kalimat “Jagad Dewa! Jagad Pramudita”. Kalimat itu termasuk dalam ikon karena mengacu pada penyebutan akan kebesaran dewa-dewa. Seperti yang diketehui bahwa Dedes menyembah Syiwa. Oleh sebab itu, pernyataan tersebut ditujukan pada dewa yang dimkasud. Selain itu, kata “sansakerta” jiga termasuk ikon. Sansakerta yang dimaksudkan ialah bentuk bahasa tertulis yang dilisankan. Terungkap dalam teks “… dari sansakertanya jelas ia telah kuasa semua ilmu…” (Toer,2009:335)
Indeks sebagai hubungan langsung antara sebuah tanda dan objek yang kedua-duanya dihubungkan. Indeks merupakan tanda yang hubungan eksisitensialnya langsung dengan objeknya. Yang termasuk indeks ialah runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap Ametung dan sering terjadi kerusuhan di Tumapel sebagai indeks dari kesewenang-wenangan dan kejahatan Ametung. Perbuatan yang di lakukannya sebagai sebab sehingga dampak yang di hasilkan ialah berupa pemberonyakan dimana-mana.
Symbol merupakan tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Permata sebagai symbol yang di kemukakan oleh Ametung terhadap Dedes. Seperti pada kalimat “ dengarkan, Dedes permataku”. Permata dapat berarti sesuatu yang indah dipandang mata bukan dengan makna yang sebenarnya yakni suatu benda tang memiliki dan nilai berharga. Sebutan permata pada Dedes memperlihatkan sanjungan dan kecintaan sang Akuwu Ametung terhadap Dedes. Sebutan permata itu hanya berlaku antara Dedes dan Ametung.
Nilai pengorbanan
• Analisis Semiotik Nilai Pengorbanan
Ikon merupakan tanda yng mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula di katakana, tanda yang memiliki cirri-ciri sama dengan apa yang di maksudkan. Ikon dalam nilai kepahlawanan pada teks “… wanita dan harta (Toer,2009:212)” ikon wanita dan harta yang merujuk langsung pada makna yang di kandungnya. Wanita sebagai ikon di artikan sebagai yang mengandung dan melahirkan anak. Harta sebagai barang yang biasanya barang warisan atau sesuatu yang memiliki nilai dan harga. Selain wanita dan harta terdapat pula yang termasuk ikon yakni candi-candi Syiwa. Candi sebagai ikon diartikan sebagai beberapa tempat penyembahan atau tempat suci yang di datangi untuk melakukan penyembahan.
Indeks merupakan hubungan langsung antara sebuah tandda dan objek yang kedua-duanya dihubungakan. Indeks ialah tanda yang hubungan eksisitensialnya langsung dengan objeknya. Yang termasuk indeks meliputi kecurigaan, kekeliruan. Kecurigaan dan kekeliruan sebagai indeks merupakan terdapatnya sisi kehidupan manusia yang berbeda kepentingan. Kepentingan yang di maksud ialah munculnya peperangan karena hadirnya sifat kecurigaan dan hal yang berbeda kepentingan.
Symbol dalam nilai kephlawanan meliputi garuda. Garuda sebagai symbol atas keperkasaan dan wujud sifat pembangun yang Arok miliki. Ia tidak hanya sebagai seorang yang memiliki pengaruh dan kekuatan dalam suatu komunitasnya.
Nilai Nasionalisme
• Analisis Semiotik Nilai Nasionalisme
Ikon adalah tanda yang dicirikan oleh persamaannya dengan objek yang digambarkan. Ikon dalam nilai nasionalisme ialah asramakan, dan prajurit. Asrama sebagai ikon bermakna sebuah tempat peristrahatan sehingga yang diacu ialah tempatnya, asramakan bermakna membuat orang- orang agar mau mengistrahatkan diri di dalam asrama.prajurit senagai ikon menggambarkan kumpulan orang-orang yang tugasnya menjaga kedamaian suatu negeri atau bangsa.
Indeks adalah hubungan langsung antara sebuah tanda dan objek yang kedua-duanya di hubungkan. Indeks merupakan tanda yang hubungan eksisitansialnya langsung dengan objeknya munculnya korban dan kerusuhan merupakan indeks dari sebuah peperangan. Peperangan ini berindikasi pada banyaknya jumlah korban yang berjatuhan dan dapat pula berupa kerusakan fasilitas umum.
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi,kesepakatan,atau aturan. Makna dari simbol di tentukan oleh suatu persetujuan bersama ,atau di terima oleh umum sebagai suatu kebenaran. Anak buah adalah simbol yang berarti kumpulan beberapa orang yang menjadi bawahan dan bertugas mengikuti perintah atasannya.
Nilai Kejujuran
• Analisis Semiotik Nilai Kejujuran
Ikon sebagai tanda yang dicirikan persamaannya dengan objek yang digambarkan. Tumapel sebagai ikon yang bermakna suatau daerah atau wilayah yang menjadi pusat kegiatan dan tempat berlangsungnya cerita. Tumapel sebagai bagian dari Kerajaan Kediri yang dikuasakan pada Tunggul Ametung.
Indeks adalah hubungan langsung antara sebuah tanda dan objek yang kedua-duanya dihubungakan. Indeks, merupakan tanda yang hubungan eksisitensialnya langsung dengan objeknya. Kesetiaan dan dendam. Kesetiaan sebagai indeks tindakan yang di ikuti dengan keyakinan utuh untuk melaksanakan sesuatu berdasarkan suatu hal yang telah disepakati. Dendam sebagai indeks yakni perasaan menderita dan tertekan yang terpendam pada sebagian orang yang tidak menghendaki atas apa yang terjadi pada dirinya.
Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Makna dari suatu simbol di tentukan oleh suatu persetujaun bersama, atau diteriam oleh umum sebagai suatu kebenaran. Singgasana adalah symbol atau kekuasaan dan kedudukan. Singgasana sebagai tempat yang hanya diperuntukkan bagi sesorang yang memiliki kekuasaan yang tinggi. Titik darah terakhir juga merupakan simbol atas bentuk pahlawan yang tidak akan henti nyawa melayang.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1990. Sekitar masalah sastra beberapa prinsip dan model pengembangannya. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh Malang.
Arifin, Syamsir. 1991. Kamus Sastra Indonesia. Padang : Angkasa Raya.
Badrun. Ahmad.1993. Pengantar Ilmu Sastra. Padang Angkasa Raya.
Esten,Mursal. 1978. Kesusastraan, Pengantar Teori dalam Sejarah. Bandung: Angkasa Bandung.
Pradopo,Rachmat Djoko.2001. Kajian Semiotika. Yogyakarta: Studi Sastra.
Santoso, Puji. 1993. Ancangan Semiotikadan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.
Semi, Atar.1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Suyitno.1991. Sastra dan Tata Nilai Eksegesis. Yogyakarta : PT Handita.
Toer, Pramoedya Ananta.2009. Arok Dedes. Jakarta Timur. Lentera Dipantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar